Sejarah, dalam bahasa Indonesia dapat berarti riwayat kejadian masa
lampau yang benar-benar terjadi atau riwayat asal usul keturunan
(terutama untuk raja-raja yang memerintah).
Kata Sejarah berasal dari kata Syajaratun atau Syajarah dalam bahasa
Arab yang artinya pohon atau silsilah. Umumnya sejarah atau ilmu sejarah
diartikan sebagai informasi mengenai kejadian yang sudah lampau.
Sebagai cabang ilmu pengetahuan, mempelajari sejarah berarti mempelajari
dan menerjemahkan informasi dari catatan-catatan yang dibuat oleh orang
perorang, keluarga, dan komunitas. Pengetahuan akan sejarah melingkupi:
pengetahuan akan kejadian-kejadian yang sudah lampau serta pengetahuan
akan cara berpikir secara historis.
Dahulu, pembelajaran mengenai sejarah dikategorikan sebagai bagian dari
Ilmu budaya (Humaniora). Akan tetapi, di saat sekarang ini, Sejarah
lebih sering dikategorikan sebagai Ilmu sosial, terutama bila menyangkut
perunutan sejarah secara kronologis.
Ilmu sejarah mempelajari berbagai kejadian yang berhubungan dengan
kemanusiaan di masa lalu. Sejarah dibagi ke dalam beberapa sub dan
bagian khusus lainnya seperti kronologi, historiografi, genealogi,
paleografi, dan kliometrik. Orang yang mengkhususkan diri mempelajari
sejarah disebut sejarawan.
Ilmu sejarah juga disebut sebagai Ilmu tarikh.
Daftar isi
- Klasifikasi
- Catatan Sejarah
- Sejarah dan Prasejarah
- Etimologi
- Historiografi
- Metode Kajian Sejarah
- Belajar dari Sejarah
- Lihat pula
Klasifikasi
Karena lingkup sejarah sangat besar, perlu klasifikasi yang baik untuk
memudahkan penelitian. Bila beberapa penulis, seperti H. G. Wells, Will
dan Ariel Durant, menulis sejarah dalam lingkup umum, kebanyakan ahli
sejarah memiliki keahlian dan spesialisasi masing-masing.
Ada banyak cara untuk memilah informasi atau tema sejarah, misalnya:
- Berdasarkan kurun waktu (kronologis)
- Berdasarkan wilayah (geografis)
- Berdasarkan negara (nasional)
- Berdasarkan kelompok suku bangsa (etnis)
- Berdasarkan topik/pokok bahasan (topikal)
- Dan masih banyak lain lagi pemilahan informasi sejarah.
Dalam pemilahan tersebut haruslah diperhatikan bagaimana cara
penulisannya, seperti melihat batasan-batasan temporal dan spasial tema
itu sendiri. Jika hal tersebut tidak dijelaskan, maka sejarawan mungkin
akan terjebak ke dalam falsafah ilmu lain, seperti sosiologi contohnya.
Inilah sebabnya Immanuel Kant yang disebut-sebut sebagai Bapak Sosiologi
mengejek sejarah sebagai penata batu bata dari fakta-fakta sosiologis.
Banyak orang yang mengkritik Ilmu Sejarah. Para pengkritik melihat
sejarah sebagai sesuatu yang tidak ilmiah karena tidak memenuhi
faktor-faktor keilmuan, terutama faktor “dapat dilihat atau dicoba
kembali”. Artinya sejarah hanya dipandang sebagai pengetahuan belaka,
bukan sebagai ilmu. Akan tetapi, Ilmu Sejarah terus berkembang dan
menunjukkan dirinya masuk dalam tataran ilmu.
Catatan Sejarah
Ahli sejarah mendapatkan informasi mengenai masa lampau dari berbagai
sumber, seperti catatan yang ditulis atau dicetak, mata uang atau benda
bersejarah lainnya, bangunan dan monumen, serta dari wawancara (yang
sering disebut sebagai “sejarah penceritaan”, atau oral history dalam
bahasa Inggris). Untuk sejarah modern, sumber-sumber utama informasi
sejarah adalah: foto, gambar bergerak (misalnya: film layar lebar),
audio, dan rekaman video. Tidak semua sumber-sumber ini dapat digunakan
untuk penelitian sejarah, karena tergantung pada periodeyang hendak
diteliti atau dipelajari. Penelitian sejarah juga bergantung pada
historiografi, atau cara pandang sejarah, yang berbeda satu dengan yang
lainnya.
Ada banyak alasan mengapa orang menyimpan dan menjaga catatan sejarah,
termasuk: alasan administratif (misalnya: keperluan sensus, catatan
pajak, dan catatan perdagangan), alasan politis (guna memberi pujian
atau kritik pada pemimpin negara, politikus, atau orang-orang penting),
alasan keagamaan, kesenian, pencapaian olah raga (misalnya: rekor
Olimpiade), catatan keturunan (genealogi), catatan pribadi (misalnya
surat-menyurat), dan hiburan.
Namun dalam penulisan sejarah, sumber-sumber tersebut perlu
dipilah-pilah. Metode ini disebut dengan kritik sumber. Kritik sumber
dibagi menjadi dua macam, yaitu ekstern dan intern. Kritik ekstern
adalah kritik yang pertama kali harus dilakukan oleh sejarawan saat dia
menulis karyanya, terutama jika sumber sejarah tersebut berupa benda.
Yakni dengan melihat validisasi bentuk fisik karya tersebut, mulai dari
bentuk, warna dan apa saja yang dapat dilihat secara fisik. Sedang
kritik intern adalah kritik yang dilihat dari isi sumber tersebut,
apakah dapat dipertanggungjawabkan atau tidak.
Wawancara juga dipakai sebagai sumber sejarah. Namun perlu pula
sejarawan bertindak kritis baik dalam pemilahan narasumber sampai dengan
translasi ke bentuk digital atau tulisan.
Sejarah dan Prasejarah
Dulu, penelitian tentang sejarah terbatas pada penelitian atas catatan
tertulis atau sejarah yang diceritakan. Akan tetapi, seiring dengan
peningkatan jumlah akademik profesional serta pembentukan cabang ilmu
pengetahuan yang baru sekitar abad ke-19 dan 20, terdapat pula informasi
sejarah baru. Arkeologi, antropologi, dan cabang-cabang ilmu sosial
lainnya terus memberikan informasi yang baru, serta menawarkan
teori-teori baru tentang sejarah manusia. Banyak ahli sejarah yang
bertanya: apakah cabang-cabang ilmu pengetahuan ini termasuk dalam ilmu
sejarah, karena penelitian yang dilakukan tidak semata-mata atas catatan
tertulis? Sebuah istilah baru, yaitu nirleka, dikemukakan. Istilah
“pra-sejarah” digunakan untuk mengelompokkan cabang ilmu pengetahuan
yang meneliti periode sebelum ditemukannya catatan sejarah tertulis.
Pada abad ke-20, pemisahan antara sejarah dan prasejarah mempersulit
penelitian. Ahli sejarah waktu itu mencoba meneliti lebih dar sekadar
narasi sejarah politik yang biasa mereka gunakan. Mereka mencoba
meneliti menggunakan pendekatan baru, seperti pendekatan sejarah
ekonomi, sosial, dan budaya. Semuanya membutuhkan bermacam-macam sumber.
Di samping itu, ahli pra-sejarah seperti Vere Gordon Childe menggunakan
arkeologi untuk menjelaskan banyak kejadian-kejadian penting di
tempat-tempat yang biasanya termasuk dalam lingkup sejarah (dan bukan
pra-sejarah murni). Pemisahan seperti ini juga dikritik karena
mengesampingkan beberapa peradaban, seperti yang ditemukan di Afrika
Sub-Sahara dan di Amerika sebelum kedatangan Columbus.
Akhirnya, secara perlahan-lahan selama beberapa dekade belakangan ini,
pemisahan antara sejarah dan prasejarah sebagian besar telah
dihilangkan.
Sekarang, tidak ada yang tahu pasti kapan sejarah dimulai. Secara umum
sejarah diketahui sebagai ilmu yang mempelajari apa saja yang diketahui
tentang masa lalu umat manusia (walau sudah hampir tidak ada pemisahan
antara sejarah dan prasejarah, ada bidang ilmu pengetahuan baru yang
dikenal dengan Sejarah Besar). Kini sumber-sumber apa saja yang dapat
digunakan untuk mengetahui tentang sesuatu yang terjadi di masa lampau
(misalnya: sejarah penceritaan, linguistik, genetika, dan lain-lain),
diterima sebagai sumber yang sah oleh kebanyakan ahli sejarah.
Etimologi
Kata “sejarah” secara harafiah berasal dari kata Arab yang artinya
pohon. Dalam bahasa Arab sendiri sejarah disebut (tarikh). Kata “tarikh”
dalam bahasa Indonesia artinya kurang lebih adalah “waktu”.
Historiografi
Historiografi adalah adalah ilmu yang meneliti dan mengurai informasi
sejarah berdasarkan sistem kepercayaan dan filsafat. Walau tentunya
terdapat beberapa bias (pendapat subjektif) yang hakiki dalam semua
penelitian yang bersifat historis (salah satu yang paling besar di
antaranya adalah subjektivitas nasional), sejarah dapat dipelajari dari
sudut pandang ideologis, misalnya: historiografi Marxisme.
Ada pula satu bentuk pengandaian sejarah (spekulasi mengenai sejarah)
yang dikenal dengan sebutan “sejarah virtual” atau “sejarah
kontra-faktual” (yaitu: cerita sejarah yang berlawanan — atau kontra —
dengan fakta yang ada). Ada beberapa ahli sejarah yang menggunakan cara
ini untuk mempelajari dan menjelajahi kemungkinan-kemungkinan yang ada
apabila suatu kejadian tidak berlangsung atau malah sebaliknya
berlangsung. Hal ini mirip dengan jenis cerita fiksi sejarah alternatif.
Metode Kajian Sejarah
Ahli-ahli sejarah terkemuka yang membantu mengembangkan metode kajian
sejarah antara lain: Leopold von Ranke, Lewis Bernstein Namier, Geoffrey
Rudolf Elton, G. M. Trevelyan, dan A. J. P. Taylor. Pada tahun 1960an,
para ahli sejarah mulai meninggalkan narasi sejarah yang bersifat epik
nasionalistik, dan memilih menggunakan narasi kronologis yang lebih
realistik.
Ahli sejarah dari Perancis memperkenalkan metode sejarah kuantitatif.
Metode ini menggunakan sejumlah besar data dan informasi untuk
menelusuri kehidupan orang-orang dalam sejarah.
Ahli sejarah dari Amerika, terutama mereka yang terilhami zaman gerakan
hak asasi dan sipil, berusaha untuk lebih mengikutsertakan
kelompok-kelompok etnis, suku, ras, serta kelompok sosial dan ekonomi
dalam kajian sejarahnya.
Dalam beberapa tahun kebelakangan ini, ilmuwan posmodernisme dengan
keras mempertanyakan keabsahan dan perlu tidaknya dilakukan kajian
sejarah. Menurut mereka, sejarah semata-mata hanyalah interpretasi
pribadi dan subjektif atas sumber-sumber sejarah yang ada. Dalam bukunya
yang berjudul In Defense of History (terj: Pembelaan akan Sejarah),
Richard J. Evans, seorang profesor bidang sejarah modern dari Univeritas
Cambridge di Inggris, membela pentingnya pengkajian sejarah untuk
masyarakat.
Belajar dari Sejarah
Sejarah adalah topik ilmu pengetahuan yang sangat menarik. Tak hanya
itu, sejarah juga mengajarkan hal-hal yang sangat penting, terutama
mengenai: keberhasilan dan kegagalan dari para pemimpin kita, sistem
perekonomian yang pernah ada, bentuk-bentuk pemerintahan, dan hal-hal
penting lainnya dalam kehidupan manusia sepanjang sejarah. Dari sejarah,
kita dapat mempelajari apa saja yang mempengaruhi kemajuan dan
kejatuhan sebuah negara atau sebuah peradaban. Kita juga dapat
mempelajari latar belakang alasan kegiatan politik, pengaruh dari
filsafat sosial, serta sudut pandang budaya dan teknologi yang
bermacam-macam, sepanjang zaman.
Salah satu kutipan yang paling terkenal mengenai sejarah dan pentingnya
kita belajar mengenai sejarah ditulis oleh seorang filsuf dari Spanyol,
George Santayana. Katanya: “Mereka yang tidak mengenal masa lalunya,
dikutuk untuk mengulanginya.”
Filsuf dari Jerman, Georg Wilhelm Friedrich Hegel mengemukakan dalam
pemikirannya tentang sejarah: “Inilah yang diajarkan oleh sejarah dan
pengalaman: bahwa manusia dan pemerintahan tidak pernah belajar apa pun
dari sejarah atau prinsip-prinsip yang didapat darinya.” Kalimat ini
diulang kembali oleh negarawan dari Inggris Raya, Winston Churchill,
katanya: “Satu-satunya hal yang kita pelajari dari sejarah adalah bahwa
kita tidak benar-benar belajar darinya.”
Winston Churchill, yang juga mantan jurnalis dan seorang penulis memoar
yang berpengaruh, pernah pula berkata “Sejarah akan baik padaku, karena
aku akan menulisnya.” Tetapi sepertinya, ia bukan secara literal merujuk
pada karya tulisnya, tetapi sekadar mengulang sebuah kutipan mengenai
filsafat sejarah yang terkenal: “Sejarah ditulis oleh sang pemenang.”
Maksudnya, seringkali pemenang sebuah konflik kemanusiaan menjadi lebih
berkuasa dari taklukannya. Oleh karena itu, ia lebih mampu untuk
meninggalkan jejak sejarah — dan pemelesetan fakta sejarah — sesuai
dengan apa yang mereka rasa benar.
Pandangan yang lain lagi menyatakan bahwa kekuatan sejarah sangatlah
besar sehingga tidak mungkin dapat diubah oleh usaha manusia. Atau,
walaupun mungkin ada yang dapat mengubah jalannya sejarah, orang-orang
yang berkuasa biasanya terlalu dipusingkan oleh masalahnya sendiri
sehingga gagal melihat gambaran secara keseluruhan.
Masih ada pandangan lain lagi yang menyatakan bahwa sejarah tidak pernah
berulang, karena setiap kejadian sejarah adalah unik. Dalam hal ini,
ada banyak faktor yang menyebabkan berlangsungnya suatu kejadian
sejarah; tidak mungkin seluruh faktor ini muncul dan terulang lagi.
Maka, pengetahuan yang telah dimiliki mengenai suatu kejadian di masa
lampau tidak dapat secara sempurna diterapkan untuk kejadian di masa
sekarang. Tetapi banyak yang menganggap bahwa pandangan ini tidak
sepenuhnya benar, karena pelajaran sejarah tetap dapat dan harus diambil
dari setiap kejadian sejarah. Apabila sebuah kesimpulan umum dapat
dengan seksama diambil dari kejadian ini, maka kesimpulan ini dapat
menjadi pelajaran yang penting. Misalnya: kinerja respon darurat bencana
alam dapat terus dan harus ditingkatkan; walaupun setiap kejadian
bencana alam memang, dengan sendirinya, unik.
sumber : Pengantar Ilmu sejarah
TRADISI SEJARAH DALAM MASYARAKAT INDONESIA
MASA PRA-AKSARA DAN MASA AKSARA
A. TRADISI SEJARAH DALAM MASYARAKAT INDONESIA MASA PRA-AKSARA
FOLKLORE
Kata folklor merupakan pengindonesiaan dari bahasa Inggris folkore. Kata tersebut merupakan kata majemuk yang berasal dari dua kata dasar yaitu folk dan lore. Menurut Alan Dundes kata Folk berarti sekelompok orang yang memiliki ciri-ciri pengenal fisik, sosial dan kebudayaan sehingga dapat dibedakan dari kelompok-kelompok sosial lainnya.Ciri-ciri pengenal itu antara lain berupa : Warna kulit, bentuk rambut, mata pencaharian, bahasa, taraf pendidikan, dan agama yang sama.
Agar dapat membedakan foklor dengan kebudayaan lainnya, maka harus diketahui ciri-ciri pengenal utama folklor yang dapat dirumuskan sebagai berikut :
Penyebaran dan pewarisannya biasanya dilakukan secara lisan, yaitu melalui tutur kata dari mulut ke mulut dari satu generasi ke generasi berikutnya.
FOLKLORE
Kata folklor merupakan pengindonesiaan dari bahasa Inggris folkore. Kata tersebut merupakan kata majemuk yang berasal dari dua kata dasar yaitu folk dan lore. Menurut Alan Dundes kata Folk berarti sekelompok orang yang memiliki ciri-ciri pengenal fisik, sosial dan kebudayaan sehingga dapat dibedakan dari kelompok-kelompok sosial lainnya.Ciri-ciri pengenal itu antara lain berupa : Warna kulit, bentuk rambut, mata pencaharian, bahasa, taraf pendidikan, dan agama yang sama.
Agar dapat membedakan foklor dengan kebudayaan lainnya, maka harus diketahui ciri-ciri pengenal utama folklor yang dapat dirumuskan sebagai berikut :
Penyebaran dan pewarisannya biasanya dilakukan secara lisan, yaitu melalui tutur kata dari mulut ke mulut dari satu generasi ke generasi berikutnya.
- Foklor bersifat tradisional, yaitu disebarkan dalam bentuk relatif tetap atau dalam bentuk standar.
- Foklor berkembang dalam versi-versi yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan penyebarannya secara lisan sehingga foklor mudah mengalami perubahan. Akan tetapi bentuk dasarnya tetap bertahan.
- Foklor bersifat anonim, artinya pembuatnya sudah tidak diketahui lagi orangnya.
- Foklor biasanya mempunyai bentuk berpola. Kata-kata pembukanya misalnya Menurut sahibul hikayat…(menurut yang empunya cerita) atau dalam bahasa Jawa misalnya dimulai dengan kalimat Anuju sawijining dina (pada suatu hari).
- Foklor mempunyai kegunaan (function) dalam kehidupan kolektif. Cerita rakyat misalnya berguna sebagai alat pendidikan, pelipur lara, protes sosial, dan cerminan keinginan terpendam.
- Foklor bersifat pralogis, yaitu mempunyai logika sendiri yang tidak sesuai dengan logika umum. Ciri ini terutama berlaku bagi foklor lisan dan sebagian lisan.
- Foklor menjadi milik bersama (colective) dari kolektif tertentu.
- Foklor pada umumnya bersifat lugu atau polos, sehingga seringkali kelihatannya kasar atau terlalu sopan. Hal ini disebabkan banyak foklor merupakan proyeksi (cerminan) emosi manusia yang jujur.
Sehubungan dengan pembagian kebudayaan itu, maka Jan Harold Brunvand, seorang ahli foklor Amerika Serikat, membagi foklor ke dalam tiga kelompok besar berdasarkan tipenya sebagai berikut :
a. Folklore lisan (verbal foklore). Foklor jenis ini dikenal juga sebagai fakta mental (mentifact) meliputi :
- Bahasa rakyat seperti logat bahasa (dialect),slang, bahasa tabu, onomatis.
- Ungkapan tradisional seperti peribahasa dan sindiran.
- Pertanyaan tradisonal yang dikenal sebagai teka-teki.
- Sajak dan puisi rakyat, seperti pantun dan syair.
- Cerita prosa rakyat. Menurut William R. Bascom, cerita prosa rakyat dapat dibagi ke ddalam tiga golongan besar, yaitu : (1) mite (myth), (2) legenda (legend), (3) dongeng (folktale). Seperti Malin Kundang dari Sumatera Barat, Sangkuriang dari Jawa Barat, Roro Jonggrang dari jawa Tengah, Jaya Prana dan Layonsari dari Bali, dan sebagainya.
- Nyanyian rakyat, seperti Jali-jali dari Betawi, Ampar Ampar Pisang dari Kalimantan, Olesio dari Ambon, dan sebagainya.
b. Folklore sebagian lisan (partly verbal foklore). Foklor ini dikenal juga sebagai fakta sosial (social fact),meliputi :
- Kepercayaan dan takhayul.
- Permainan dan hiburan rakyat setempat.
- Teater rakyat, seperti lenong, ketoprak, ludruk, dan sebagainya.
- Tari rakyat, seperti Tari Tayuban, Doger, Jarang kepang, Ngibing dan sebagainya.
- Adat kebiasaan, seperti gotong royong dalam pembuatan jalan, rumah atau pesta selamatan, khitanan dan sebagainya.
- Upacara tradisional seperti tingkeban, turun tanah, temu manten, dan sebagainya.
- Pesta rakyat tradisional seperti bersih desa sesudah panen, selamatan dan sebagainya.
c. Folklore bukan lisan ( non verbal foklore). Foklor ini juga dikenal sebagai artefak (artifact) meliputi :
- Arsitektur bangunan rumah yang tradisional, seperti Joglo di Jawa, Rumah Gadang di Minangkabau, rumah Betang di Kalimantan, Honay di Papua.
- Seni kerajinan tangan tradisional.
- Pakaian tradisional.
- Obat-obatan rakyat.
- Alat-alat musik tradisional.
- Peralatan dan senjata yang khas tradisional.
- Makanan dan minuman khas daerah.
C. TRADISI SEJARAH DALAM MASYARAKAT INDONESIA MASA AKSARA
1. MUNCULNYA TRADISI TULISAN DI INDONESIA
Sebuah naskah kuno yang dapat menghubungkan antara tradisi lisan dengan tradisi tulisan adalah kisah tentang asal-usul abjad Jawa, yang lebih dikenal dengan Legenda Aji Saka. Beberapa ahli memiliki kesimpulan bahwa Legenda Aji Saka ini memiliki hubungan dengan penggunaan Kalender Saka.
2. REKAMAN TERTULIS DALAM TRADISI SEJARAH MASYARAKAT BERBAGAI DAERAH DI INDONESIA
PRASASTI
Berdasarkan bahasa dan tulisan yang dipergunakan prasasti-prasasti di Indonesia dapat dibagi menjadi :
a. Prasasti Berbahasa Sansekerta
b. Prasasti Berbahasa Jawa Kuno
c. Prasasti Berbahasa Melayu Kuno
d. Prasasti Berbahasa Bali Kuno
KITAB KUNO
ZAMAN HINDU-BUDDHA
Hasil-hasil kesusasteraan zaman Indonesia Klasik itu ditulis dalam bentuk gancaran (prosa) dan tembang (syair). Namun sebagian besar berbentuk tembang. Tembang Jawa Kuno biasanya disebut dengan Kakawin, Sedangkan tembang Jawa tengahan disebut Kidung. Ditinjau dari segi isi, maka kitab-kitab kuno dari zaman Hindu-Buddha itu dapat dibagi menjadi :
1. Tutur
2. Sastra
3. Wiracarita
4. Kitab Sejarah
a. Prasasti Berbahasa Sansekerta
b. Prasasti Berbahasa Jawa Kuno
c. Prasasti Berbahasa Melayu Kuno
d. Prasasti Berbahasa Bali Kuno
KITAB KUNO
ZAMAN HINDU-BUDDHA
Hasil-hasil kesusasteraan zaman Indonesia Klasik itu ditulis dalam bentuk gancaran (prosa) dan tembang (syair). Namun sebagian besar berbentuk tembang. Tembang Jawa Kuno biasanya disebut dengan Kakawin, Sedangkan tembang Jawa tengahan disebut Kidung. Ditinjau dari segi isi, maka kitab-kitab kuno dari zaman Hindu-Buddha itu dapat dibagi menjadi :
1. Tutur
2. Sastra
3. Wiracarita
4. Kitab Sejarah
![]() |
Kitab Negarakertagama |
Hasil-hasil kesusasteraan dari zaman Majapahit yang dimaksudkan sebagai
sebagai kitab sejarah disamping kitab sastra adalah sebagai berikut :
1. Nagarakertagama,
2. Pararaton,
3. Sundayana
4. Panji Wijayakrama,
5. Ranggalawe,
6. Sorandaka,
7. Pamancangah,
8. Usana Jawa,
9. Usana Bali,
ZAMAN ISLAM
1. Nagarakertagama,
2. Pararaton,
3. Sundayana
4. Panji Wijayakrama,
5. Ranggalawe,
6. Sorandaka,
7. Pamancangah,
8. Usana Jawa,
9. Usana Bali,
ZAMAN ISLAM
Pada zaman kerajaan Islam berkembang di Indonesia muncul karya
kesusasteraan yang juga dapat dipergunakan sebagai sumber penulisan
sejarah (sejarah tradisional) sebagi berikut :
1. Babad / Sejarah
2. Hikayat Raja Raja Pasai
3. Sejarah Melayu (Sulalat Us-Salatin)
4. Babad Tanah Jawi
5. Babad Giyanti
6. Hikayat Hasanuddin
7. Bustan Us-Salatin
1. Babad / Sejarah
2. Hikayat Raja Raja Pasai
3. Sejarah Melayu (Sulalat Us-Salatin)
4. Babad Tanah Jawi
5. Babad Giyanti
6. Hikayat Hasanuddin
7. Bustan Us-Salatin
aaaa terimakasih bantuannyaaaa
BalasHapus